BREAKING
Stop Kekerasan di Papua Barat

Thursday, January 29, 2015

Papua Tak Akan Ada Kebenaran dan Keterbukaan Sementara Dalam NKRI

Fhoto:ilustrasi Keterbukaan
Papua merupakam wilayah yang paling timur dari asia dan paling barat dari Pasifik. Secara De-jure dan De-fakto Papua memerdekakan diri Pada tahun 1961 dengan mengibarkan bendera bintang kejora. Tetapi karena Indonesia melihat kekayaan alam yang dimuliki sehingga secara paksa di masukan kedalam pangkuan NKRI. Yang sebelumya Papua tidak termasuk dalam NKRI. Pada awal itulah, masyarakat papua memasuki dunia yang gelap, artinya bahwa Papua penuh Pembunuhan, pemerkosaan, pelecehan, stigmasisasi, memortalisasi dan lainya. Sehingga Pulau Papua di rebut dengan cara pangkuan ke pangkuan (baca buku: Papua dari Pangkuan Ke Pangkuan, Penulis:Agus, A Alua)
 Sekian tahun Papua tak ada akhir penderitaan diatas tanah sucinya. Mengapa demikian? Kita kewalahan, tak tahu kebaikan apa yang dilakukan oleh Indonesia untuk Papua sementara dalam NKRI ini.
 Indonesia misteri besar bagi Papua. Juga, Papua tidak tahu sebenarnya apa kebaikan yang dilakukan oleh Indonesia, yang terjadi hanya menjadi misteri bagi Papua. Hal itu terlihat dengan penegakan hukum di negeri cendrawasih. Contoh Pembungkaman Pelanggaran HAM di Paniai, tanggal 8 desember 2014 lalu itu.

Indonesia saat ini mengklaim bahwa OPM adalah pengancam masyarakat dan rakyatnya, tetapi pernyataan ini berbeda dengan kenyataan yang ada di papua. Bahwa OPM adalah tentara nasional dari Papua barat untuk perubahan Papua.  (stigmasi dari Indonesia lewat media Internasional ikuti di: thejakartapost.

Papua tak ada kebenaran, bila Papua masih dalam negara Indonesia. Indonesia meminta kepada pemerintah Daerah untuk kebenaran dan keterbukaan dalam pelaksanaannya. Pernyataan ini sangat salah. Mengapa? Pada hal Indonesia sendiri yang mengatur sistem di Papua untuk mengintimidasi masyarakat serta pemerintahan daerah yang ada di Papua.
 Untuk menuntut kebenaran dan keterbukaan di Papua, Indonesia seharusnya membuka Ruang demokrasi bagi Jurnalis asing, salah satunya untuk terwujudnya kebenaran di Tanah Papua, yang saat ini tertutup pula. Hal ini, merupakan pembungkaman.
Beberapa hari yang di media The jakartapost memposting tulisan bahwa wartawan asing, ingin lakukan apa di Papua? Membuka ruang untuk wartawan asing, seandanya macam terjadi pembunuhan massal di Papua atau kejahatan seperti Pembalakan liar atau penebangan secara liar? Hal ini sangat jelas bahwa, semua persoalan yang terjadi di Papua awal mulanya dari Indoensia yang tak bertanggung jawab ini.
Indonesia meminta keterbukaan dan dan kebenaran, tanpa memperhatikan apa yang dia perbuat untuk Papua. Maka, salah satu jalan yang harus di tempuh Indonesia adalah membuka ruang bagi wartawan asing, memberantas Penegakan hukum yang selalu di bungkam, merealisasi dana dengan jelas, berhentikan stigmasisasi dan penjajahan.
“Perlunya ketahui bahwa Manusia Papua bukan binatang piarahan yang terus di bunuh”

Maka, sudah saatnya Indonesia memikirkan untuk Dialog dengan Papua secara damai untuk memetik kemerdekaan bagi Papua. Karena sudah 53 tahun Papua tidak merasakah hidup yang berjiwa sosialis seperti yang sebelumnya sejak nenek moyang.

Sumber: www.timipotu.com 


Yogyakarta 29, Januari 2015
Moses Douw

Wednesday, January 14, 2015

Dia Sudah Meninggal

Moses Douw /Photo int. Malang Kota Apel
(Kota Batu)
          Pada suatu ketika, Tak lupa seorang wanita muda dari Agadide yakni Nopince Bunai, mencintai seorang laki-laki yang bernama Moses Douw, kira-kira saat itu keduanya tidak sekolah atau belum memasuki masa sekolah. 

       Tetapi masih berjalan kisah cinta tersebut dengan putri Aga itu. Namun, karena memasuki masa perkembangan dalam arti bahwa kedua selambai bunga mulai mengenakan seragam sekolah untuk masuk di kelas satu SD (Sekolah Dasar). Nama SD itu adalah SD YPPK Bodatadi, SD itu hanya empat kelas. ketika itu yang mengajar hanya dua orang guru tetap dan dua orang guru honorer.

    Disekolah itu, siswa sangat lumayan banyak, di kisarkan sekitar 90-an. Siswa-siswi di SD tersebut berasal dari beberapa kampung terdapat di Agadide, yakni dari Etogei, Kanebaida, Katuwo, Tipagei, Togogei, Yabomaida, Bodatadi dan Ganiakato. 
         Jarak yang harus di tempuh siswa ke sekolah dari beberapa kampung diatas ini sangat jauh dikisarkan 5 sampai tujuh kilometer. Tetapi siswa dengan teguh bisa hadir jam tujuh untuk belajar. Namun, disana ada sebuah kali besar yang bernama Aga, siswa tak akan hadir di sekolah tersebut ketika Kali Aga mengalami Banjir yang melanda kebun yang ada dan rumah yang ada disekitaran kali Aga. Karena dengan banjir tersebut tidak bisa di jangkau oleh siswa-siswi yang ada di beberapa kampung diatas tadi.  

          Tetapi, untuk saya dengan Nopin, kami tinggal di sebuah kampung yakni Bodatadi, tidak jauh rumah dia dan aku. Terbayang setiap harinya di selalu menemani aku dan dia selalu bawah makanan untuk saya, untuk sarapan siang di sekolah. Kemudian juga baju yang kami mengenakan juga setiap harinya kadang sama, sama juga buku dan polpen yang kami bawa pada saat belajar apalagi jalan-jalan bersama dengan dia. 

          Di SD YPPK Bodatadi, siswa harus menyelesaikan dalam kurung waktu empat tahun, dan selanjutnya memilih sendiri, ingin melanjutkan sekolah dasar dari Kelas lima sampai enam di tempat yang dinginkan secara individu, karena memang SD itu durasi kelas hanya empat kelas. 
          Usia semakin bertambah, proses belajar di SD itu semakin mengakhiri, dengan kemampuan yang kami miliki. Saat itu kira-kira tahun 2004. Tahun itu saya dengan putri Agadide berpisah dalam artian bahwa Nopin melanjutkan sekolah di SD YPPGI Toyaimoti dan untuk saya melanjutkan sekolah di SD YPPK Komopa. 

        Secara tak langsung, saat tertentu kami bertemu seminggu sekali tetapi kadang ketemu sebulan sekali. Mengapa demikian? Pertanyaan ini tak perlu di jawab yang jelasnya bahwa kami melanjutkan sekolah dasar. Perjalanan memang sangat panjang yang kami berdua tempuhi.

      Sudah waktunya, saya harus tinggalkan sekolah dasar saya, di Komopa, kecamatan Aradide, Kab, Paniai. Saat itu pula, datanglah tawaran besar dari Keuskupan Timika terhaap Alumni SD YPPK Komopa untuk melanjutkan pendidikan mengah di salah satu sekolah di Kab. Timika, Kokonao. Tetapi, kesedihan saya terhadap kampung  Diyai telah datang didepan muka, disebabkan karena selama saya dilahirkan hingga tamat SD di Komopa, di saat-saat tertentu yang bisa injak dikampung saya. Tetapi juga ketika itu saya mendengar bahwa di Diyai juga ada sebuah sekolah yayasan yakni SMP Katolik, yang berdekatan dengan Rumahku, sehingga saya lebih memilih SMP Katolik di Kampung Diyai, Tigi Barat, Deiyai.

        Namun demikian, sayangnya saya sakit hati dengan keadaan ini. Sebab saat itulah moment yang berpisah tanpa tanda selamat jalan dan selamat pergi melanjutkan studi. Jujur memang penting, tapi saat itulah jujur itu tersembunyi di balik batu perjalanan. 

        Selama, saya menjalani masa SMP di Diyai saya tidak tahu keberadaan Nopin dan apakah dia lanjutkan pendidikan atau tidak. Saya memang hati hancur mengingat dia. Ketika saya kembali ke Bodatadi, saya tidak temukan dia, yang ada hanya sakit hati. Mengapa engkau tidak ada ketika saya kembali ke Bodatadi? Mungkin itulah saatnya, saya berdiri tegah dan teguh untuk melupakan dia yang selalu. Namun, waktu tak terasa, saya pun dewasa dalam hal ini sudah saatnya melanjutkan Sekolah Menengah Atas (SMA). 

          Masih terbayang, ketika itu Tahun 2010 mulai melanjutkan SMA di Nabire. SMA tersebut disebut dengan julukan SMA Adhi Luhur Nabire atau Kolese Le Cocq D`Armanville. Saat itupun saya tidak mendapatkan informasi tentang keberadaan Nopince Bunai. Yang terbayang hanya kenangan terindah saat SD di Bodatadi.  

             Tak terasah bagaikan mimpi, tahun berlalu, Bulan berlalu, hari berlalu jam berlalu, detik pun berlalu. Hal ini bertanda bahwa, saya telah menginjak pada tahapan berikut yakni melanjutkan Perguruan tinggi di Yogyakarta. 

           Di Yogyakarta saya melanjutkan Kuliah di salah satu kampus yang memang bisa katakan Kampus tertua di Yogyakarta, karena kisarkan 46 tahun yang lalu, di resmikan kampus itu. Kampus itu dengan nama Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa (STPMD “APMD”). 
Moses Douw / Photo int. Magunan
 Yogyakarta

        Menjalani satu setengah tahun di kampus itu, saya mendengar berita bahwa Nopince Bunai lagi mencari nomor HandPhoneku, karena Ia telah mengetahui Keberadaan saya di Nabire, bahwa dia juga pernah sekolah di Nabire. 
      Dengan itu, di memang benar-benar mencari saya terutama nomor HandPhone saya, yang pada dasarnya, Ia ingin hubungi saya.

         Pada suatu hari, dalam bulan Desember 2014, Ia telah bertemu dengan Adiku di Nabire. Saat itu pula, bertanya Nopince Bunai ke adikku, katanya, Apakah Anda menyimpan nomor HandPhone Moses Douw? Karena Adikku takut maka, secara  tak langsung  menjawab “Dia Telah Meninggal”. 


         Pada saat itu, Karena Adikku sangat takut dalam arti Bahwa tiba-tiba ketemu langsung diminta dan dia berat untuk berikan nomor HandPhone saya, Karena memang belum lapor ke saya sehingga dengan itu mengambil keputusan bahwa “DIA SUDAH MENINGGAL”. 

       Tetapi jawab Nopin terhadap adikku bahwa “saya tidak percaya karena saya tidak secara langsung membuktikan bahwa di telah meninggal”.
         Ketika, saya mendengar cerita tentang itu dari adikku saya sangat marah terhadap adik saya. “Kenapa Anda tidak bilang saya saat itu dan mengapa engkau tidak berikan nomor HandPhoneku? Pertanyaan itu yang muncul sehingga saya sangat marah terhadap adikku. 

       Tetapi di sisi lain, perilaku adik itu sangat  manusiawi, karena memperhatikan Budaya orang Mee yang menyatakan bahwa “Akipanekaneke Eboniyaka” artinya “sembunyikan Saudara laki-laki dari hal yang tidak diinginkan” itulah yang menjadi dasar adikku, sehingga berani menyatakan itu. 

         Maka, saya menginginkan secepatnya harus menemukan Dia yang mengenalkan saya apa itu cinta, yang berawal dari sejak sebelum masuk sekolah dasar.




Yogyakarta, 14 Januari 2015
Moses Douw

Saturday, January 3, 2015

Papua Kaya akan Konflik



                                                                   Jalan menuju Kebebasan

Pulau Papua kaya akan orang miskin
Pulau Papua kaya akan eksploitasi
Orang Papua kaya akan pembunuhan 
Pulau Papua kaya akan pemerkosaan 
Pulau Papua kaya akan Penebangan
Maka>>>> Pulau Papua kaya akan ketidak-(wajar)-an 
kapan kah saya akan memiliki kekayaanku..?

Papua sangat di kenal dengan wilayah atau bangsa yang kaya akan konflik. Sering konflik di Papua berakar dari banyak persoalan, yang kini di kenal oleh belahan dunia mengenai munculnya persoalan di Papua. Persoalan di Papua awalnya muncul dari beberapa masalah yang kini di kelompokn menjadi beberapa bagian yakni: 1.Kekuatan Militer (Militerisme) 2. Ketidakadilan  3. Perbedaan Ideologi 4. Perbedaan Budaya 5. Kepentingan dan 6. Lemahnya leadership; ect.

       
inspirasi/ketidakadilan
Pintu masuknya persoalan diatas ini, menjadi pintu persoalan yang besar. Kekuatan militer merupakan kekuatan negara yang di turunkan oleh negara itu sehingga bisa menjaga masyarakt setempat dengan aman. Tetapi pada perjalanannya tak seefektif menjaga negara melainkan menganiaya, menembak masyarakat adat setempat seakan seperti hewan piarahan sendiri. Ini merupkan kurang serius dalam menjaga dan negara tidak merasakan daerah itu bukan daerah kekuasan saya. 

        Persoalan ini tak segampang begitu di lakukan, di Bumi Cendrawasih. Namun kadang hal itu terbalik di Bumi cendrawasih. Semuanya air mata yang jadi saksi bisu dalam konflik, yang terjadi hanya itu dan itu; terus dan menerus.

       Sikap  militerisme di Papua akibat dari Ketidakadilan hukum di Papua, yang menjadi persoalan adalah mengapa Papua adalah bagian dari negara Indonesia ko terjadi ketidakadilan dan beda ketidakadilan dalam menegakan hukum? Orang akan sewenang-wenang melakukan kegiatan apabila tak ada hukum yang pasti, hal ini terjadi di Papua. Tidak ada hukum yang di tegakan oleh negara Indonesia sehingga ketidakadilan dalam peneggakan menjadi pengobral konflik di Papua.

     Sehubungan dengan itu, Manusia yan melakukan transmigrasi ke Papua harus tahu keadaan orang Papua, dan apa ideologi orang asli di daerah tersebut. Karena, kadang terjadi persoalan ketika itu, ketabrakan ideologi. Dan secara politik memang orang Papua merupakan ideologi sendiri. Mengapa Indonesia menerapkan ideologi Pancasila di bumi Papua? Papua juga merupakan ideologi tersendiri. Sehingga ketidak wajaran penerapan ini mengakibatkan kehancuran antara bangsa. 

         Ideologi yang kini kita kenal adalah filosofi hidup orang yang menjadi kebudayaan disuatu tempat tersebut dengan kebiasanya. Kebiasanya juga menjadi syarat utama dalam menggundang konflik. Penulis juga pernah rasakan hal seperti ini. Ketika saya berada di kota Yogyakarta, memang rasanya ingin mau pulang. Mengapa? Saat itu, saya memberi salam kepada orang yang tinggal di sekitarnya, tetapi warga tak sama dengan orang Papua yang keras tapi, hatinya lembut. Maka ketika itu saya rasakan berarti bahwa saya memberi salam dengan halus dan tak keras. Itulah sifat kebiasaan yang terjadi di setiap daerah. Kebiasaan kami harus di hargai, maka kami juga akan hargai kebiasaanmu. Kebiasaan Papua yang kini menjadi perdebataan publik secara langsung dan tak langsung. Tapi kini kita kembali  pada, BINEKA TUNGGAL IKA mau kemanakan keistimewaan keberanggamannya? Dari pada menyiakan kebiasaan orang Papua lebih baik katong berpikir pemekaran Negara. Inilah pemikiran lahir dari ketidakadilan.

“Buka matamu selebar kertas HVS, mungkin Anda bisa merasakan ketika melihat persoalan itu”
Wahai engkau yang memegang rangkaian struktur nasional dan daerah.
Mana matamu! 
Akankah berdiam terus!
Akankah hal itu terjadi terus! 
Akan kah engkau mewariskan ketidakadilan itu dimasa yang akan datang!


Ketidakadilan kini, menjadi masalah yang sangat besar bila dipersoalkan diluar negeri salah satunya, Australia dan amerika. Namun sayangnya Indonesia, ketidak adilan tak penting dari pada kepentingan. 

Presiden Indonesia bersama seluruh Pemerintah Indonesia selalu tutup mata dengan keadaan yang sebenarnya terjadi disetiap daerah di Indonesia yang sering terjadi adalah Papua. Mengikuti berita yang terus mengupdate yang berkaitan dengan ketidakadilan di Papua memang sangat luar biasa. Tak kalah juga persaingan media masa yang mencari kepentingan dan keuntungan. Hal ini di pertegas dengan kejadian korban 6 orang siswa di Paniai yang berulah dari TNI/POLRI, yang terjadi pada beberapa hari terakhir ini. 

Korban di atas ini, Presiden serta partai-partai di Indonesia benar-benar melupakan  meskipun berkasnya di terima bersih oleh presiden Republik Indonesia (IR Jokowi). Perilaku yang sementara ini, di lakukan oleh Presiden dan seluruh tata pemerintahan Indonesia yang terhadap Papua merupakan ketidakadilan dalam menegakan hukum. Sehingga menjadi pertanyaan publik apakah pelanggaran HAM di Paniai ini kerja sama dengan Presiden JOKOWI.
inspirasi/keadilan dan penegakan hukum

           Faktor terjadinya konflik diatas ini pastinya merupakan membutuhkan pemimpin yang lahir dari rakyat yang memang benar-benar murni dan tak ada noda Politik. Mengapa pemimpin Indonesia tidak ada yang sama dengan Evo Morales. Kata orang Jokowi adalah Pemimpin yang lahir dari rakyat? hingga sekarang mana buktinya? 

  Konflik ini, kini masih saja terjadi (tak ada akhir”). Korban nyawa terus-menerus terjadi dipelosok dan perkotaan, palingan belum lagi penindasan, pemerkosaan, penebangan yang lainya,  yang pada intinya menghancurkan dan memusnakan isi dari Bumi Cendrawasih itu.
Dengan demikian, kita tahu bahwa yang paling penting adalah kita di lahirkan untuk menjadi solusi bukan untuk masalah. Tak ada zaman lagi memikirkan hasil yang menjadi tugas utama adalah proses mencapai puncak kebebasan tanpa, batasan dari kelompok seperjuangan. 


Yogyakarta, 03 Januari 2015

Moses Douw
 
Copyright © 2013 Menongko I Ekspresi Hati
Design by MOSES | DOUW