BREAKING
Stop Kekerasan di Papua Barat

Friday, November 10, 2017

Panggung Sastra di Perhelatan Kurtilas

Oleh: Moses Douw dan Eka F.F. Agustian

Pendidikan di sekolah merupakan ujung tombak bagi berlangsungnya kurikulum sebagai instrumen terbesar dalam mencerdaskan masyarakat Indonesia. Beberaapa upaya telah pemerintah lakukan, seperti pergantian kurikulum.

Perubahan kurikulum adalah sebuah keharusan yang disesuaikan dengan perkembangan teknologi, sosial budaya, ekonomi, dan IPTEK. Meskipun mengalami banyak perubahan, kurikulum yang diterapkan di Indonesia tetap berlandaskan pada pancasila, sebagai ideologi dasar negara. Oleh sebab itu, nilai-nilai keagamaan dan kenegaraan harus tetap ada dan di laksanakan dalam pembelajaran. Kurikulum pertama yang diterapkan di Indonesia adalah pada kurikulum 1947 kemudian mengalami perubahan menjadi 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 1999, 2004, 2006 dan terakhir diubah menjadi kurikulum 2013 (selanjutnya disingkat K-13 atau Kurtilas). Semua perubahan pada kurikulum tersebut diharapkan dapat menjadi sarana yang membawa pendidikan indonesia menjadi lebih baik dari sebelumnya. Perubahan kurikulum KTSP ke K-13 yang terkesan terburu-buru membuat banyak kalangan bertanya, siapkah kurikulum ini diaplikasikan dalam pembelajaran, terutama pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia materi sastra? Ketidaksiapan K-13 disebabkan oleh faktor internal maupun eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari tubuh K-13 sendiri, yaitu kurang matangnya persiapan yang dilakukan oleh pemerintah. Terdapat banyak permasalahan yang dapat ditemukan dalam kurikulum tersebut, misalnya pada pembagian materi antara bahasa dan sastra pada mata pelajaran Bahasa Indonesia yang menyebabkan input siswa menjadi tidak seimbang.

Pembelajaran antara sastra dan bahasa memang selalu mengundang polemik dikalangan guru maupun praktisi pendidikan. Berbagai polemik tersebut dipantik oleh ketidakjelasan pembagian porsi antara bahasa dan sastra pada pembelajaran Bahasa dan Sastra di sekolah. sebagai akibat dari samarnya pembagian tersebut, siswa mengalami kesulitan dalam memfokuskan diri pada pembelajaran. Misalnya, siswa yang belajar mengenai menulis cerpen. Pada tingkat keterampilan berbahasa ini, siswa akan terfokus pada peraturan kebahasaan dibandingkan dengan badan cerpen yang notabenenya sebagai unsur pembangun cerpen. Hal tersebut membuktikan, bahwa sejatinya siswa mengira bahwa semua pembelajaran adalah pembelajaran bahasa, sedangkan sastra hanya sebagai pelengkap. Padahal, sejatinya karya sastra merupakan kajian yang memiliki perbedaan dengan kajian bahasa. selanjutnya, sedikitnya porsi sastra dalam pembelajaran bahasa Indonesia juga bisa menjadi masalah tersendiri bagi proses pembelajaran. Sebab, bagaimanapun, siswa dituntut untuk menguasai kompetensi yang utuh, yaitu sastra dan bahasa, bukan hanya condong pada salah satunya saja.

Hal ini terjadi di berbagai daerah di Indonesia salah satunya di Papua. Siswa siswi di Papua sangat terlambat dengan kurikulum yang sedang berlangsung di Indonesia. Kurikulum KTSP tidak berjalan dengan baik di Papua, sebagaimana melihat pengalaman pendidikan Papua yang sangat lamban. Hal ini di buktikan bahwa ketika Tahun 2004 menetapkan kurikulum baru di Papua masih menggunakan Kurilulum yang lama hingga 7 Tahun kemudian. Apalagi siswa siswi di negeri ini sangat sulit untuk menentukan fokusnya dalam menentukan jurusan berdasarkan minat dan bakat. Seperti bahasa dan sastra Indonesia, kedua ini sangat berbeda dalam pengajarannya. Pada kurikulum saat ini sangat di perhatinkan karena antara bahasa Indonesia dan Sastra Indonesia sangat berbeda. Sehingga, siswa siswi di Indonesia terpecah dalam pembelajaran di sekolah. Salah satu wartawan senior Kompas.com pun Mengatakan bahwa “wartawan di Indonsia sangat kurang dan yang ada pun merupakan potensi yang kurang sebab tidak adanya lebel atau tinggkat dalam fokus pembelajaran di sekolah secara formal maupun non-formal.” Hal ini menyebabkan porsi pembelajaran yang tidak efektif dan efisiens.

Selain masalah pembagian porsi pembelajaran antara bahasa dan sastra, penyajian dan pemilihan materi sastra harus mendapatkan perhatian yang intensif dari penyelenggara pendidikan. Melalui sastra yang tepat, siswa dapat menguasai berbagai bidang kebahasaan dengan lebih mudah dan cepat. Hal tersebut dikarenakan manusia merupakan homo naras. Selain mampu memberikan hiburan, sastra juga mampu menjadi media dalam penyampai pesan kehidupan dan nilai-nilai yang dapat dipelajari.
Karya sastra yang baik harus memenuhi beberapa kriteria sebagai berikut.
a.     Penuh dengan Nilai
Karya sastra yang baik adalah yang mengandung banyak nilai di dalamnya. Nilai-nilai tersebut lah yang kemudian dapat diteladani oleh pembaca. Penyampaian nilai-nilai dalam novel dapat melalui pengangkatan isu-isu yang saat ini sedang berkembang. Melalui topik-topik hangat tersebut, pembaca akan dibawa berpikir kritis dalam memandang suatu permasalahan.
b.     Memperkaya Pemahaman Budaya
Pemahaman budaya adalah hal yang mutlak dibutuhkan oleh siswa. Melalui novel, siswa dapat memahami budaya luar secara utuh. Mengingat novel menyajikan rentetan kejadian yang seperti aslinya. Oleh sebab itu, melalui novel, siswa dapat mempelajari budaya sesuai konteks tanpa harus tinggal di daerah tempat budaya tersebut berkembang.
c.      Memperkaya Kebahasaan
Karya sastra khususnya novel menyajikan kejadian-kejadia yang didalamnya tentu terdapat dialog antar tokoh. Melalui hal tersebut, diharapkan siswa menjadi lebih terampil dalam berkomunikasi dan mampu berkomunikasi dengan tepat sesuai dengan norma dan atuan yang berlaku.
d.     Memperbaiki Pribadi
Perubahan pribadi adalah tujuan utama dari pembelajaran. Perubahan tersebut, diharapkan mampu dimiliki oleh siswa setelah membaca sebuah teks sastra. 3 kriteria dalam pemilihan bahan pembelajaran sastra, yaitu bahasa, kematangan jiwa/psikologi, dan latar belakang kebudayaan siswa.
a.      Bahasa
Bahasa yang dikandung dalam sastra adalah bahasa yang mudah, gamblang, penceritaan yang ringan. Hal tersebut akan memudahkan siswa dalam memahami maksud dan menginterpretasikan isi.
b.      Psikologi
Tahap perkembangan psikologi siswa harus diperhatikan ketika memilih sebuah bahan ajar. Hal tersebut dijadikan pertimbangan, karena psikologi juga memengaruhi kemampuan dalam memahami dan menyelesaikan tuntutan kurikulum sesuai yang berlaku.
c.       Latar Belakang Kebudayaan Siswa
Siswa adalah subjek sekaligu sobjek pembelajaran dengan pola piker konkret yang sederhana. Keberadaan contoh yang dekat dengan kehidupan mereka akan membuat mereka mudah mengimajikan materi yang diajarkan.

Pembagian porsi antara sastra dan bahasa pada pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah memang merupakan kebutuhan yang vital bagi siswa. Oleh sebab itu, peninjauan kembali terhadap K-13 mutlak dibutuhkan, disamping kreativitas guru dalam mengajarkannya. Pemerintah maupun guru harus bekerja sama saling mengisi kekosongan dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia.


Penulis adalah Mahasiswa yang sedang menganyam Pendidikan di Kota Yogyakarta
 
Copyright © 2013 Menongko I Ekspresi Hati
Design by MOSES | DOUW