BREAKING
Stop Kekerasan di Papua Barat

Thursday, December 6, 2018

Aksi Baku Tembak, Bukti Masalah Papua Tidak Bisa Ganti dengan Pembangunan

Inspirasi/ Human Right in Nduga
Desain Pembangunan Ala Jokowi di Papua merupakan hasil perhimpunan proses penyusunan kerangka pembangunan di pegunungan tengah Papua. Langkah ini melanjutkan kebijakan Presiden SBY yang menerbitkan Kepres No. 40 Tahun 2013 yang menjadi dasar keterlibatan TNI dalam pembangunan Jalan Trans Papua yang sebelumnya bernama Jalan Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat.

Pembangunan yang di rencanakan dalam pelaksanaan melalui PUPR ini, merupakan grand desain yang mampu mengubah Papua dari daerah yang terisolasi, menumbuhkan pertumbuhan ekonomi di Pegunungan Tengah serta mampu menghubungkan trans Papua antar Kabupaten.

Meskipun dengan demikian, Grand desain pembangunan ala Jokowi ini belakangan menjadi persoalan utama dan pertama di Indonesia. Salah satunya 4 orang tewas di Puncak Jaya karena membongkar daerah keramat. Kemudian ada beberapa kasus serangan di wilayah Trans Papua.

Pada akhirnya, 3 Desember 2018 terjadi serangan di Ndugama yang mengakibatkan 31 orang tewas. Kasus serangan bersenjata ini juga merupakan gagal dalam desain pembangunan ala Jokowi di Papua.

Pembangunan ala Jokowi Gagal integrasi dan solidaritas dalam pembangunan daerah dan tidak mendidik masyarakat didaerah pembangunan trans Papua, sebab Pembangunan di kerjakan oleh TNI dan oknum Militer di Papua.

Dalam membangun trans Papua di pengunungan tengah telah mengalami gagal berpikir dalam mendesain pembangunan berbasis mendidik dan mengangkat masyarakat, hal ini di tandai dengan beberapa hal demikian ini:

Pendekatan Antropologi di Wilayah Pembangunan

Pembangunan Papua merupakan suatu indikasi pendekatan antropologi di Papua. Hal ini juga biasanya disampaikan oleh guru dan Polisi perintis di Tanah Papua. Pada tahun 1969 hingga 1999 Indonesia dengan personilnya guru, pendeta, pastor dan militer telah menduduki Papua untuk membangun Papua.

Guru, pastor, pendeta dan polisi bertugas di Papua pada sekitaran tahun itu telah berhasil menduduki dan membangun berdasarkan pendekatan antropologi. Hal ini mereka mendekatkan diri dengan masyarakat sekitarnya bahwakan menjadikan keluarga sendiri.

Pendekataan antropologi ini di tuturkan juga oleh beberapa perintis pembangunan pendidikan, ekonomi, kesehatan dan infrastruktur. Terkait dengan ini Pastor Amandus Pahik juga pernah sampaikan bahwa pembangunan harus wajib membaca situasi dan kondisi masyarakat di Daerah Papua.

Dalam hal ini, pembangunan infrastruktur di wilayah Papua juga mampu mempunyai tujuan dan harapan yang di capai. Dengan itu pencapaian pembangunan yang di harapkan bisa berjalan dengan kondusif. Namun, dalam pembangunan infrastruktur di Wilayah Papua telah melewati sistem analisis pembangunan yang di bangun berdasarkan program pembangunan pusat tanpa memperhatikan pola hidup di Papua.

Program Trans Papua yang di canangkan oleh Presiden Jokowi adalah program yang tidak bertepatan dengan keinginan Orang Papua. Program Trans Papua adalah program paksaaan intansi tertentu yang di praktekan di Papua. Sehingga Trans Papua itu program yang mementingkan elit tertentu.

Maka belum ada program-program yang mampu membangun Papua dari Kebodohan, kemiskinan, kesehatan, dan aspek kehidupan yang lain. Bahwa pembangunan Trans Papua tidak mungkin membangun dan memberdayakan Papua. Sehingga belum ada grand desain terkait dengan pembangunan yang beradab menuju keadilan sosial bagi seluruh masyarakat Indonesia.

Pembangunan Infrastruktur Bukan solusi Persoalan Papua

Pandangan Jokowi yang idealis dengan desain pembangunan mengganggap membangun Papua  merupakan utama dan pertama, khususnya dalam membangun pertumbuhan ekonomi di Papua ialah pandangan yang menyamakan proses pembangunan infrastruktur Papua dengan Provinsi lain di Papua.

Membangun Papua menyamakan dengan Provinsi lain di Indonesia merupakan seri pembangunan yang gagal pikir dan tidak bertarafkan keperluan serta bertentangan dengan pola pikir masyarakat Papua pada umumnya.

Hal ini dibuktikan dengan beberapa kasus yang terjadi di Papua. Kasus Penyerangan OPM-TPN terhadap Pekerja Proyek TNI di Paniai, Puncak Jaya, Nduga,Yahukimo dan lainya. Pendekatan pembangunan yang di desain sangat tidak tepat. Pada hakikatnya desain program pembangunan infrastruktur Universitas Gajah Madah di Yogyakarta sebagai proyek investor.  Karena desain pembangunan di Papua bertolak pada bisnis pihak tertentu.
Selain itu, orang Non-Papua atau TNI POLRI masih mengejar OPM-TPN di Nduga dan di daerah lain adalah bentuk legitimasi orang Papua adalah pembuat makar, kriminal, kelompok bersenjata dan lainya.

Anggapan meraka terhadap orang Papua itulah, anggapan yang, bahkan masalah ini tidak pernah akan selesai sebab stigmasi yang mendalam terhadap orang Papua. Maka Pendekatan TNI dan Polri menumbuhkan benih perlawanan, dan hal ini akan terus tidak akan habisnya

Dengan demikian, dilain sisi Trans Papua yang di kabarkan akan mengelilingi Pulau Papua ada bentuk turunan dari undang undang otonomi khusus dan Infrastruktur yang di kabarkan itu, hanya beberapa yang di laksanakan pembangunannya. Seperti yang di bangunan dari wamena ke Ndugama.

Tetapi pembangunan yang dilaksnakan di Papua bertentangan dan tidak menyelesaikan persoalan Papua. Dalam sesi Dialog TV One juga Letjen Purn. J. Suryo Prabowo menyampaikan bahwa pendekatan yang digunakan oleh pemerintah Indonesia pada masa kini sangat salah. Dan dalam dialog tersebut dia menyampaikan bahwa penyelesaian persolan Papua yang mengirim ribuaan bahkan jutaan TNI dan Polri bentuk menanam benih perlawanan.

 

Maka, dengan demikian penyelesaian persoalan Papua adalah sangat simpel dan tidak memakan waktu, biaya dan tempat, pertama; hanya pendekatan kekeluargaan, dengan artian kita adalah mereka dan mereka adalah kita. Mendidik mereka dengan megangkat dari taraf hidup. Kedua; Menarik pengiriman militer, dan operasi militer di Papua. Ketiga memberikan dan mengangkat Hak-hak mereka. Keempat memberikan ruang bagi orang asli Papua untuk bersaing. Kelima menyelesaikan kasus pembunuhan pada tahun sebelumnya, dan memberikan hak menentukan nasib sendiri melalui referendum agar meninjau berapa banyak yang masih mempertahankan Indonesia di Papua dan berapa banyak yang ingin memisahkan diri dari Indonesia.

 

Penyelesaian masalah Penembakan di Papua

Penembakan dan perlawanan selalu ada dan tidak pernah berhenti mulai sejak tahun 1963 ketika integrasi atau aneksasi paksaan Papua ke dalam Indonesia. Dengan aneksasi paksaan adalah sebuah inti dari semua persoalan. Indonesia membentuk misi operasi militer di Papua mulai sejak Operasi Trikora adalah bentuk penyerangan dan perang antara Papua dengan Indonesia.

Masalah penembakan bukan mulai pada saat ini, penembakan ini mucul ketika operasi operasi militer yang dikerakan ke Papua oleh Sukarno. Operasi ini menumbuhkan nyali dari pada orang Papua untuk selalu melawan kebiadaban Indonesia terhadap Orang Papua.
Perang besar-besaran yang di lakukan antara masyarakat dan TNI di Papua dari  tahun 1963 hingga 1969 adalah sebuah bukti sejarah yang menjelaskan Indonesia paling kejam dan sangat tidak memiliki etika kemanusiaan dalam berperang.

Perang dan operasi antara TNI terhadap Masyarakat di Papua terjadi  hingga kini. Melalui berbagai cara dan mekanisme seperti, prostitusi, pembunuhan, peracunan, penyebaran virus, penangkapandan pendekatan militer lainya untuk membunuh rakyat Papua yang katanya di integrasi dalam Indonesia.

Cara-cara pemusnahan seperti demikian, mulai dari tahun 1963 itu merupakan inti masalah atau inti persoalan yang terjadi di Papua. Praktek seperti ini di jalankan di Papua hingga detik ini mengirim ribuan bahkan jutaan personil di Papua, tanpa menggali persoalan inti.
Praktek pemusnahan terjadi di Papua dimana-mana namun anehnya pembangunan terus di lakukan oleh Jokowi di Papua. Pertanyaan apakah pembangunan bisa di gantikan dengan nyawa manusia enta itu nyawa pekerja dan masyarakat? Tentunya pembangunan tidak sama  dengan nyawa manusia.


Oleh karena itu, dalam menyelesaikan persoalan penembakan di Papua tidak harus mengejar pelaku penembakan TNI dan masyarakat di Papua. Tetapi bagaimana memandamkan api perjuangan dari OPM-TPN itu bahwa memberikan kesempatan kepada Orang Papua untuk Referendum atau mengulangi penentuan pendapat rakyat di Seluruh Papua. Agar menguji berapa banyakkah orang Papua yang masih mempertahankan Indonesia dan Papua.

Monday, July 23, 2018

Anak Jalanan (Catatan Diskusi Di Asrama Deiyai)



Anak jalanan adalah sebuah topik yang sangat bagus untuk di kaji dari semua perspektif. Dan juga, topik Anak Jalanan ini di petik dari sebuah diskusi singkat bersama sahabat, adik adik, dan kawan-kawan saya di sebuah Gubug Woogada Wookebada di Yogyakarta. Diskusi Singkat ini dari setiap orang merupakan pendapat masing masing sesuai dengan pandangan mereka terhadap Anak Jalanan.

Topik diskusi ini, dibawakan oleh Emanuel Mote, dengan anggota diskusi adalah Yugix, Andy, Namukigiba, Boma, Pekei dan lainya.  Topik diskusi yang sebenarnya adalah kenakalan perempuan dan laki laki yang selama ini terjadi di sekitar masyarakat Papua. Yang kian menjadi kebiasaan masyatakat Papua khususnya mahasiswa, remaja dan Anak anak dan lainya. Seakan manusia Papua seperti Anak Jalanan.

Berdasarkan Pengamatan di Papua Semakin marak dengan Kenakalan yang biasnya semua sektor kehidupan yang menjadi akibatnya. Kenakalan Remaja di Papua Sebenarnya di Kembangkan dengan ungkapan Anak Jalanan. Istilah Anak Jalanan ini salah difsirkan di Papua sehingga yang menjadi fokus pada diskusi itu adalah Kenakalan Remaja yang di sebut Anak Jalanan.

Ketika Emanuel membuka diskusi, Ia menceritakan kenakalan Laki Laki dan Perempuan di Papua dan di luar Papua. Kemudian, dalam Diskusi itu juga setiap orang mengungkapkan bahwa “situasi di Papua dan Luar Papua semakin di kecam dengan Kenakalan Mahasiswa, Siswa, Anak Kecil dan lainya.

Anak jalanan adalah Julukan bagi Kenakalan Mahasiswa, Siswa dan Lainya. Kenakalan Anak Jalanan ini yang di kemukakan dalam diskusi dari tersebut adalah mereka yang tidak ada pengawasan dari orang tuanya, minimnya pendidikan, Generalisasi, Kemampuan Ekonomi, Tindakan Militerisme, Penggangguran, Pengaruh Lingkungan dan Lainnya.

Berdasarkan itu, Anak jalanan menurut Shalahaddin adalah seseorang yang berumur dibawah 18 tahun yang menghabiskan sebagian atau seluruh waktunya di jalanan dengan melakukan kegiatan-kegiatan guna mendapatkan uang atau guna mempertahankan hidupnya.

Namun demikian, berdasarkan penjelasan dari Yugix dalam diskusi itu, ia menjelaskan bahwa kenakalan Anak jalanan itu adalah kurangnya adanya pengawasan dan pantauaan dari sisi Orang Tua sehingga kebanyakan remaja terbiur dalam Kenakalan anak Jalanan. Anak jalanan merupakan sebagian dari anak-anak yang hidup dan tumbuh di jalanan tanpa ada pemantauan dan tumbuh secara mandiri.

Namukigiba membedakan Anak Jalanan yang di Papua dengan di Pulau Lain. Kenakalan Anak Jalanan Orang Papua dan Etnis lain sangat berdeda. Kenakalan Anak Jalanan Orang Papua dan Orang Luar Papua di lihat dari Aktifitas Pacaran. Kenakalan Remaja Papua dalam pacaran Perempuan di Jadikan Komoditas dan sebaliknya. Namun, Kenakalan Anak jalanan dari pulau lain dalam aktifitas pacaran membutuhkan waktu yang lama menjadi jodoh.

Lanjut Namukigiba, Kenakalan Anak Remaja di Ukur dengan pendekatan kesejahtraan. Kenakalan anak jalanan orang Papua Luar mengambarkan hanya pada keinginan atas Kebutuhan yang harus di milikinya. Kondisi Ekonomi hari hari untuk mencari nafkah. Untuk mencari Nafkah Mahasiswa atau siswa tersebut harus Korbangkan waktu, tenaga dan fisik. Pengorbanan ini bisa bersifat Positif dan bisa berdampak Negatif. Dampak Positif, sebagai anak jalanan mempunyai kerja keras karena sudah terbiasa kena panas dan hujan, anak jalanan bisa belajar bekerja sendiri, bertanggung jawab dan membantu ekonomi orang tuanya. Namun, Dampak Negatif bisa Menjual diri dan membeli diri dan lainya.

Kategori anak Jalanan di Papua berdasarkan Pendidikan, Ekonomi Keluarga, Generalisasi, Tindakan Militerisme, Penggangguran dan Pengaruh Lingkungan. Sehingga dalam diskusi itu mereka menjelaskan sebagai berikut:

Andreas dan Yugix juga menyampaikan bahwa “Pendidikan dan pengaruh lingkungan adalah tempat dimana membentuk karakter anak untuk mengahadapi tantangan kehidupan sosial. Manusia harus merupakan bekal yang sangat pokok dan tentunya tingkat pendidikan dasar dapat menghasilkan suatu perubahan dalam pengetahuan orang tua. Namun, Pendidikan dasar yang di maksud adalah pendidikan dari Orang Tua dan guru. Dan juga yang menjadi masalah berat juga apabila orang tua sudah meninggal atau di bunuh TNI/Polri.”

Kondisi ril yang terjadi di Papua, orang tuanya dibunuh, pendidikan yang sebearnya telah dihancurkan dengan sistem militerisme dengan mempraktekkan mutu pendidikan berkarakter ketergantungan melalui afirmasi serta mematikan pendidikan karakter orang Papua. Hal ini dapat dibuktikan dengan pemberhentian guru asli Papua di sekolah sekolah dan diskriminasi dalam pendidikan di Papua. Yang selalu membeda bedakan Guru dan murid bahwa guru orang Papua kualitas minim dan non-Papua kualitas baik. ini yang menjadi persoalan yang kini tak terselesaikan dari kementerian dan intansi terkait, Indonesia di Papua.

Kondisi Ekonomi dan penggangguran juga kini mengguyur deras, ekonomi keluarga untuk masyarakat miskin kini menjadi sorotan. Data dari BPK juga menyampaikan bahwa tinggkat kemiskinan masyarakat desa semakin meningkat di puncak pertama di Indonesia, dengan pendapatan perhari untuk satu keluarga tak terduga. Kondisi ini, menggambarkan bahwa selama ini, dana yang ditutunkan untuk pembangunan dan pemberdaayaan di Papua beum mampu mengurangi pengganguran dan meningkatkan ekonomi keluarga.

Hal diatas ini, pengaruh sangat dominan dalam penggangguran, enta itu penggangguran berpendidikan dan usia muda yang tidak bekerja. Artinya bahwa penggangguran kita tidak hanya nilai mereka yang sudah berpendidikan minimal SMP keatas akan tetapi mereka yang belum berpendidikan. Kenyataan pada masa kini mereka yang belum berpendidikan kini mereka masuk dalam kriminal dan lainya sehingga mengakiatkan penyakit sosial. Tidak hanya demikian, hanya dengan lemahnya ekonomi orang tuanya kini banyak usia anak sekolah dan Mahasiswa yang mulai jual diri dan beli diri.

Dari kondisi ini yang persalahkan siapa? Tentunya intansi terkait dan lainya dalam sistem pertumbuhan ekonomi Indonesia. Persoalan seperti ini yang terjadi bahkan mendapat rekor pertama anak jalan di Papua.

Generalisasi udaya Anak jalanan, ketika orang tuanya teah hidup di Jalanan selama dia hidup maka dengan demikian akan terpengaruh dan mampu mengubah cara berpikir anak daam rahim dan ketika anak kecil. Seorang anak melanjutkan perjuangan orangtuanya di Jalanan akhirnya hal ini menjadi kebiasaan di kalangan masyarakat. Hal ini diakatakan juga dalam diskusi yang kami lakukan bahwa, Kelakuan orang tua kini menjadi warisan bagi anaknya. Hal ini di jelaskan oleh Andreas Bunai dalam penjelasannya.

Lanjut lagi, Yaduwi Dumupa juga menyampaikan, saya ihat di Papua memang Kondisi ini sangat memiskinkan orang Papua. Saya melihat orang tuanya juga tinggal hidup di jalan karena beum ada pekerjaan yang mereka kerja. Hal ini juga berpengaruh terhadap anak mereka.

Oleh karena itu, anak jalanan ini terbentuk dalam sebuah arena dalam birokrasi yang terstruktur dalam bentuk kesatuan dengan sistem demokrasi yang memungkinkan masyarakat hidup bebas menentukan nasib hidupnya masing masing. Anak jalanan orang Papua berdasarkan definisi tadi bahwa sangat berbeda dilihat dari kondisi pendidikan, ekonomi, politik ekonomi, Lingkungan, Generalisasi dan lainya. Euforia anak jalanan di Papua merupakan bentuk tanggung jawab pemeintah daerah dalam menangani dan membasmi penyakit sosial yang sementara ini marak terjadi dimana mana di negeri Papua. Mendeskripsikan atas semua masukan ini yang menjadi tolak ukur adalah negara dalam menangani anak Jalanan di Papua.

Dari diskusi ini dapat memberikan sebuah jalan untuk mencapai uapaya pencegahan berdasarkan akademik bahwa pendekatan pembangunan berbasiskan militarisme di Papua harus dikurangi yang diwacanakan oleh Presiden Jokowi dan kembali benahi pekerja Lokal dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Selain itu, pemerintah  daerah harus melakukan peningkatan kemampuan dalam hal ini meningkatkan kapasitas dalam kelola pemerintahan agar mampu antisipasi masalah sosial dilihat dari berbagai aspek di Tanah Papua. Dua Hal ini menjadi Pokok Tugas utama dalam membatasi maraknya anak Jalanan.

Woogadaa Wookebadaa, 20 Juni 2018

Monday, June 11, 2018

Kisah Nyata MANARMAKERI “Yawi Nushado”

Oleh: Ners Arieks Kayoi
Dari Manarmakeri Hingga Pekabaran Injil

Moyangku Apus Kayank Byaki “MANARMAKERI” dengan nama aslinya adalah: “YAWI NUSHADO” atau nama lainnya adalah: “MANARMAKDI” atau “MANARMAKER” atau “MANSARARMAKERI”. Atau dengan julukan “MANSAR” artinya Orang Tua atau “MAK” artinya “BINTANG” dan “AMAKER” artinya “KUDISAN atau KASKADO”
Moyangku Apus Kayank Byaki “MANARMAKERI” adalah orang tua yang sangat buruk rupa karena seluruh badannya penuh dengan kaskado dan kudisan sehingga mengurung diri tinggal sendiri di Gunung “YAMNAIBORI” karena malu dengan penghinaan dan kebencian dari masyarakatnya; dan tinggal di Gunung Yamnaibori untuk bercocok tanam, dengan berbagai macam tatanaman dan membuat pagar yang kuat untuk melindungi tatanamannya. Nama ayahnya: BOYAWEN NUSHADO dan nama ibunya yakni: INGGIMIOS.
Moyangku Apus Kayank Byaki “MANARMAKERI” bearsal dari Kampung SOPEN di Biak Barat. Pada suatu hari “MANARMAKERI” datang singgah mengunjungi keluarga sepupuhnya yang tinggal di Mokmer berkunjung ke keluarga sepupunya dari suku Rumbiak dan tinggal beberapa waktu dengan sepupunya.
Setelah tinggal beberapa waktu kemudian ingin meneruskan perjalanannya ke Biak Timur. Moyangku “MANARMAKERI” pamintan dari saudara sepupunya yang bernama “PANDAWAKA RUMBIAK” untuk melanjutkan perjalanan ke Biak Timur tepatnya di Kepulauan Padaido.
Saudara sepupunya Pandawaka Rumbiak telah membekali Apus Manarmakeri dengan dua buah kelapa tua yang satu tumbuh pucuk dan yang satu tidak dan juga membekali pula dengan bambu berisi air minum; lalu Apus Manarmakeri melangkah menuju Biak Timur tujuannya ke MIOSEFUNDI atau Mioskowundi dan nama lain juga di sebut Mioskoburi. Apus Manarmakeri tiba di Miosefundi dan langsung menanam dua buah kelapa yang diberikan oleh saudara sepupunya Pandawaka Rumbiak di Mokmer.
Setelah menanam buah kelapa itu, anehnya bahwa buah kelapa yang tumbuh itu dalam sekejap hanya semalam saja bertumbuh menjadi tinggi dan berbuah. Apus Manarmakeri melihat kelapa yang ditanamnya dengan sekejap semalam tumbuh dan berbuah; maka niat hatinya mengiris mayang buah kelapa itu untuk mengambil sarinya sebagai nira atau segeru dengan menadah memakai bambu air yang diberikan oleh sepupunya Pandawaka Rumbiak. Namun setiap hari, pada saat matahari terbit Apus Kayank Byaki Manarmakeri naik untuk mengambil nira ternyata tidak ada karena ada yang mencuri nira itu dan entah siapa.
Lalu Apus Manarmakeri memanjat pohon kelapa itu dan menjaganya untuk menangkap sang pencuri itu. Apus Manarmakeri jaga di atas pohon kelapa itu dan hampir pagi kira-kira jam.03.00 subuh Apus Kayank Byaki Manarmakeri melihat cahaya besar turun dari langit sebelah timur dan ternyata yang mencuri nira seguer itu adalah: “SAMPARI” (Sang Bintang Pagi); dan segera Apus Manarmakeri menangkap dan menahan Sampari dan keduanya berdialog tawar menawar sebagai berikut
“Sampari: Pwir aya snar robefor ayene nasbak kwar (biarkan saya pergi karena pantangan buat saya jika fajar menyingsing.
“Kayank Byaki: saya tidak akan membiarkan engkau pergi begitu saja sebelum engkau memberi berkat-berkatmu dan memberitahukan rahasia-rahasiamu kepadaku. Lalu Sampari telah memberitahukan rahasia-rahasianya kepada Apus Kayank Byaki Manarmakeri dan berkata :
“Sampari: maukah engkau memperoleh kekayaan?
Kayank menjawab “rahasia itu sudah saya miliki.
“Sampari: apakah kau ingin suatu kehidupan penuh kelimpahan tanpa keinginan?
Kayank menjawab: rahasia itu juga sudah saya miliki.
“Sampari: apakah kamu ingin kekayaan, kemuliaan dan keuntungan yang abadi? Kayank menjawab: saya telah meiliki semuanya.
Fajar pagi semakin dekat membuat Sampari gelisah dan merasa khawatir karena jika fajar pagi menyinsing maka matilah Sampari (Sang Bintang Pagi) lalu Sampai menawarkan kepada Kayank obat ramuan untuk menangkap ikan, untuk makan disuatu tempat dengan makanan yang tersedia secara gaib, segala kekayaan dan kemuliaan, kecuali untuk “Koreri” si Kayank menolak segalanya dan tidak mau melepaskannya pergi.
“Sampari: jika demikian apa yang engkau inginkan?
Kayank: yang saya kehendaki itu yaitu “Koreri Syeben” (Kebangkitan Orang Mati dan Datangnya Koreri).
“Sampari: Agar kebangkitan dan kematian bisa terjadi maka saya serahkan buah “BITANGGOR” (dalam bahasa Biak namanya Maresbon dan dalam bahasa Ansus namanya Papiri). Jika Kayank butuh sesuatu masukan mantra di atasnya.
Dari pohon kelapa inilah Apus Kayank MANAKMAKERi mendapatkan "Rahasia Kehidupan Abadi Dalam Keabadian" dari "SAMPARIDEK" (Sang Bintang Fajar) yang mencuri segeru dari pohon kelapa ini; dan ditangkap oleh Apus Kayan Byak Manarmakeri sehingga Bintang Fajar Sampari memberkati Apus Kayank Byak Manakmakeri menjadi APUS LEGENDARIS yang penuh dengan mistery hidup abadi dalam keabadian menanti datang Sang Koreri.

Pengunsian Penduduk Miosefundi Ke Kampung Yobi Di Pulau Yapen Timur Utara Serui
Pengunsian ke Kampung Yobi di Pulau Yapen Timur Utara berawal dari mantra buah Bitanggor (Maresbon) yang diberikan oleh Sampari kepada Apus Kayank Manarmakeri. Di Kampung Sokani dikuasai oleh Kepala Kampung yang bernama Rumbarak mempunyai seorang anak gadis cantik yang bernama Insoraki. Suatu hari Insoraki bersama teman-teman gadis lainnya mandi-mandi berenang di pantai sambil bercanda. Diatas pohon Mares, Apus Kayank naik dan duduk memperhatikan Insoraki bersama teman-temannya mandi-mandi dan bercanda.
Karena kecantikan Insoraki menggoda hati Apus Kayank, maka Apus mengambil dua buah Meresbon dan ditaruhnya mantra yang diberikan oleh Sampari lalu melemparkannya ke arah Insoraki dan teman-temannya yang sedang mandi. Kedua buah itu hanyut dan menyentuh buah dada (susu) dari Insoraki. Insoraki mengambil buah itu dan melempar sejauh mungkin namun kedua buah itu berulang kali kembali menyentuh susu dari Insoraki.
Selesai mandi Insoraki merasa kedua susunya gatal dan lama-lama kehitam-hitaman. Ternyata Insoraki hamil tanpa bersentuhan dengan seorang laki-laki pun. Orang tuanya menanyakan Insoraki berulang kali tetapi tetap Insoraki katakan bahwa ia tidak pernah dengan laki-laki siapa pun. Akhirnya hanya dalam empat hari kehamilan Insoraki melahirkan seorang anak laki-laki yang diberi nama “KONORI” atau “Manarbew” yang artinya: (Pembawa Damai).
Anak itu bertumbuh dan berkembang dengan cepat dan seorangpun tidak tahu siapa ayah dari Manarbew. Setiap hari Manarbew menangis mencari ayahnya yang mana sebenarnya seingga membuat Insoraki dan ayahnya Rumbarar sebagai kepala kampung di pulau Wundi merencanakan mengadakan sebuah sayembara dengan melakukan pesta adat selama 30 hari.
Kepala Kampung memerintahkan masyarakat kepulauan Padaido untuk datang mengikuti pesta adat itu terdiri dari 3 partai : (1).Partai anak-anak muda laki-laki yang berumur 17 tahun ke atas; (2).Partai laki-laki dewasa yang belum kawin; (3).Partai laki-laki dewasa yang beristri dengan dua atau tiga anak.
Insoraki dan anaknya Manarbew duduk di tengah lingkaran pesta adat tersebut; dan para laki-laki ini dansa mengelilingi mereka dua, sambil mengulurkan tangannya untuk mendiamkan Manarbew namun tak satupun yang berhasil.
Pada hari yang ke-30 munculah Apus Kayank Manarmakeri yang penuh dengan kaskado dan kudisan serta rupa busuk jelek ini muncul membawa tongkat dan berjalan mendekati Insoraki dan Manarbew maka berhentilah tangisan Manarbew dan berteriak kegirangan berkata: “Yayo (ayah),..yayo… yayo… sambil menangis dan memeluk Apus Kayank. Maka usailah pesta tersebut dengan yang berhak mempunyai anak Manarbew dan kawin dengan Insoraki adalah: Apus Kayank Byaki Manarmakeri (pria tua, kaskado, kudisan dan bermuka jelek) berhak menjadi suami Insoraki.
Maka dengan amarah yang sangat besar dari kepala kampung Rumbarak lalu memerintahkan kepada seluruh penduduk Wundi untuk membuat perahu dan menebang semua pohon-pohon serta mengungsi keluar dari kampong Wundi dengan menyebar meninggalkan Insoraki, Apus Manarmakeri dan Manarbew bertiga sendiri yang tinggal di pulau Wundi. Namun adik laki-laki dari Insoraki tidak sampai hati untuk meninggalkan kakak perempuanya; maka ia tinggal bersama Insoraki adalah adik laki-lakinya yang bernama Sanerero (si hati berbelas kasihan). Jadi mereka berempat yang tinggal di Wundi.
Mereka yang mengunsi dari Meoskowundi Biak ke Kampung Yobi dari keret (marga): Rumbarak, Rumpampap, Rumbiak, Rumambor, Rumbino, Korano, Samfane, Rumpombo, Kamawa dan Lainya. Sedangkan yang lain menyebar ke Mamberamo, Numfor, Manokwari, dan Raja Ampat.
Gara-gara Bintang Pagi (Samparidek) dan Buah Papir (Bitanggor) atau Maresbon yang memiliki mantra dari Bintang Pagi Sampari mampu menghamili anak gadis Kepala Kampung Meoskowundi, hasil dari kehebatan Apus Kayan Byak Manarmakeri dan kawin dengan anak gadis kepala kampung Meoskowundi tetapi kepala kampung tersebut tidak setuju anak gadisnya kawin dengan Apus Kayan Byak Manarmakeri; maka Kepala Kampung Meoskowundi memerintahkan seluruh masyarakat Kampung Meoskowundi bersama keluarga lainnya mengungsi menyeberang ke Yapen Timur Utara tinggal tepatnya di Kampung Yobi (Serui) sampai sekarang. Maka, dengan meninggalkannya Apus Kayan Byak Manakmakeri bersama keluarganya di Kampung Meoskowundi.
Mitos Manarmakeri atau Manggundi dan gerakan Mesianis Koreri benar-benar berasal dan muncul dari Budaya Biak - Numfor. Awalnya masyarakat Biak sangat kecewa dengan Injil Yesus Kristus yang sebelumnya dianggap sebagai kehadiran Koreri (Kembalinya Manseren Manggundi).
Masyarakat Biak mengharapkan datangnya Koreri (Koreri Syeban) untuk menghadirkan harapan-harapan Koreri yang terkandung dalam Filosofi : (“Kan do Mob Oser yang artinya = makan di suatu tempat = hidup berkelimpahan tanpa keinginan). Koreri akan membawa perubahan menyeluruh dan sempurna dalam semua hal seperti:
1.    Tidak akan ada lagi kelaparan tetapi kekenyangan abadi.
2.    Tidak akan ada lagi penyakit tetapi kesehatan abadi.
3.    Tidak akan ada lagi ketelanjangan tapi berkelimpahan pakaian.
4.    Tidak akan ada lagi gubuk-gubuk reot tetapi istana-istana yang indah dan mewah.
5.    Tidak akan ada lagi kematian tetapi kemudaan dan kehidupan abadi.

Perang Koreri berkecamuk hebat ditahun 1938 – 1943 diseluruh Biak Numfor dan Teluk Geelvink (Teluk Cenderawasih) termasuk Pulau Yapen dan Kampung Yobi ikut terlibat dalam peperangan tersebut. Masyarakat yang mendiami Yobi adalah masyarakat yang berasal dari Biak (Meokbundi) sebagai pengungsi dari mitos Manarmakeri.
Tahun 1936 Ayahanda Guru ARNOLD KAYOI bersama dengan Guru Pdt.David Auparay telah menyelesaikan Pendidikan Gurunya di Sekolah Guru yang diselenggarakan oleh Zeending Gereja Kristen di Miei Wasior Wandamen yang dibuka oleh I.S.Kijne. Sepulangnya dari Miei ayah menjadi Guru Pembantu di Ansus pada tahun 1936 bersama Guru Pdt.David Auparay yang kemudian menikah dengan adik prempuan dari pada guru Pdt.David Auparay yang bernama Maria Auparay pada tahun 1937.
Tahun 1938 Guru Pdt. David Auparay bersama ayah Guru Arnold Kayoi mengirim Simon Somian Bisay dengan Matheis Kayoi Sorori ke Miei untuk mengikuti Pendidikan Guru dan selesai Tahun 1940; kembali menjdi Guru Pembantu Sekolah bersama Guru Pdt.David Auparay dan Guru Arnold Kayoi di Ansus sehingga Guru Simon Somian menikah dengan adik perempuannya Guru Pdt.David Auparay yang bernama Aleida Sakawini Auparay dan Guru Matheis Kayoi menikah dengan Lea Aronggear Woray.
Kebetulan Ayah saya GURU ARNOLD KAYOI SORORI adalah Guru Injil Pertama dari Kampung Papuma yang telah menyelesaikan Pendidikan Gurunya pada tahun 1936 di Miei Ransiki Wondama. Dengan bantuan Pdt.I.S.Kijne; Guru Pdt.David Auparay dan Pdt.DR.F.Ch.Kamma bekerja sama dengan Konoor Warbesren Rumbewas pada tahun 1940 mengutus Guru Arnold Kayoi membawa Injil Yesus Kristus memasuki Kampung Kwari (Yobi) yang berpenduduk masyarakat dari Biak.
Setelah selesai Perang Koreri-Konoor di tahun 1943 dan juga usainya Perang Dunia kedua di tahun 1945; maka Ayah Guru Arnold Kayoi mengajukan permohonan ke Zending untuk meminta Guru Matheis Kayoi Sorori untuk menjadi Guru Pembantu di Yobi pada tahun 1946; yang kemudian pada tahun 1952 Nyora Lea Aronggear Woray Kayoi meninggal di Yobi; kemudian Guru Matheis Kayoi Sorori dipindahkan ke Kaipuri-Kurudu sebagai Guru Sekolah di sana pada tahun 1953; yang kemudian Guru Matheis Kayoi kembali ke Papuma lalu ditugaskan di Kampung Natabui dan kawin dengan Nyora Enderina Patay.
Yang dahulu tinggal di Yobi adalah keluarga ayahanda Guru Arnold Kayoi Sorori di tahun 1940 sampai tahun 1943 usai perang Koreri belum berhasil meredam keyakinan masyarakat Yobi untuk menerima Injil; karena masih beryakinan keras bahwa Manseren Manggundi Manarmakeri akan kembali sebagai Tuhan Manseren Manggundi yang akan membebaskan masyarakat Biak Numfor dari kemiskinan dan sebagai Tuhan Koreri mereka.
Ibu kandung saya Nyora Maria Auparay tahun 1960 dan Ibu tiri (ibu angkat saya) Nyora Adertje Rumpampap tahun 2012 menceritakan kepada saya tentang betapa sulitnya ayah saya Guru Arnold Kayoi memasuki Kampung Yobi pada saat itu di tahun 1940; walaupun Perang Koreri masih dalam kanca peperangan yang sangat sengit; sampai-sampai Guru Arnold Kayoi hampir nyaris mati dibunuh oleh Masyarakat Kampung Yobi yang masih dalam kanca peperangan.
Namun dengan bantuan dari Konoor Warbesren Rumbewas di tahun 1940 bekerjasama dengan Pdt.I.S.Kijne; Pdt.DR.F.Ch.Kamma; Guru Pdt.David Auparay telah mengutus Ayah saya Guru Arnold Kayoi memasuki Kampung Yobi; dalam keadaan situasi Perang Koreri-Konoor masih berkecamuk; dan menjadi Guru Injil untuk membangun Gereja dan mendirikan sekolah Alkitab bagi orang-orang Yobi pada saat itu.
Masyarakat Kampung Yobi adalah masyarkat Biak yang mengungsi dari Pulau Meokbundi dalam Mitos Manarmakeri dari beberapa suku atau marga seperti: Rumbarak, Koranu, Samfane, Rumpampap, Rumbino; Rumambor dan lainya. Tentunya sangat meyakini akan Mesianis Manseren Manggundi dalam Mitos Manarmakeri; sehingga saat itu sangat sulit untuk menerima pekabaran Injil yang dibawakan oleh ayah saya Guru Arnold Kayoi.
Pada tahun 1943 setelah Perang Koreri usai barulah masyarakat Kampung Yobi sepenuhnya menerima Pekabaran Injil yang dibawakan oleh Missionaris Guru Arnold Kayoi; dan ayah saya diakui dan diangkat sebagai Anak Angkat dari lima (5) suku besar di Yobi yaitu: Suku Rumbarak; Suku Rumpampap; Suku Rumbino; Suku Rumambor; Suku Koranu.
Guru Alm. Arnold Kayoi melayani penginjilan keliling mulai dari: Yobi; Woda; Wansma; Waindu; Saubeba; Soromasen; Tindaret; Roswari/Arteneng; Sumbruway dan lain-lain di perkampungan Distrik Yobi dan sekitarnya.
Guru Arnold Kayoi
Guru Arnold Kayoi kawin dengan adik perempuan dari Guru Pdt.David Auparay yang bernama: Nyora Maria Auparay di tahun 1936 dan melahirkan 7 (tujuh) anak yang terdiri dari 4 (empat) anak perempuan dan 2 (dua) anak laki-laki. Kemudian pada tahun 1943 usai Perang Koreri-Konoor maka masyarakat Yobi telah menerima Injil Yesus Kristus dan mengakui serta mengangkat Ayahanda Guru Arnold Kayoi Sorori sebagai anak angkat dari 5 (lima) suku besar dengan memberikan mama Nyora Adertje Rumpampap sebagai isteri kedua kepada ayahanda saya (mandul) tidak punya anak.
Kemudian pada tahun 1946 setelah usai Perang Dunia kedua maka didatangkan oleh Zeending Keluarga Guru Matheis Kayoi Sorori ditugaskan oleh Zeending untuk membantu Ayahanda Guru Arnold Kayoi Sorori dengan mebawa serta ayah dan ibu kandung ayah saya (Rambausa Kayoi Sorori dan Surandewa Maay Kayoi) bersama Kakak Perempuan Ayahanda (Angganeta Kayoi); tinggal bersama-sama di Yobi sampai Ayahanda meninggal pada tahun 1954 dimakamkan di atas tanah milik kami Yobuari Yobi.
Editor: Namukigiba Marxism Douw

Thursday, May 17, 2018

BOM di Surabaya: Pembom Punya Penyebab dan Agama

Oleh: Moses Douw

Serangan BOM di Indonesia semakin bertambah dan setelah tahun tahun 2000 sangat asing bagi warga Indonesia untuk menyaksikan aksi serangan demi serangan oleh kelompok yang tidak terduga bahkan belum di pastikan aliran pengelolaan pemboman yang terjadi seluruh Indonesia. Namun, dari pandangan masyarakat Indonesia menyebut banyak penyebab aksi tersebut seperti: teroris, isis dan peredaran agama serta lainya.

Jejak pemboman di Inonesia sangat banyak seperti sudah tak bagi Indonesia. Bom yang meledak sepanjang ini di Indonesia adalah Bom Thamrin, Bom Kampung Melayu, Bom Polres Surakarta, Bom Cicendo Bandung, Bom Gereja Oikumene Samarinda, Penyerangan Mapores Bayumas, Penyerangan Pos Polisi Cikokol, Bom Mako Brimob Salemba dan Bom 3 Gereja di Surabaya. Ini mekanisme pemboman yang terstruktur dengan adanya ideology tertentu dan paham radikalisme yang sangat fundamentalis di Indonesia.

Kemudian, berbagai stakeholder menyebut adanya pembomann karena dianggap sebagai ketidakberdayaan kepolisian dalam mengantisipasi pergerakan teroris. Dan dari umat beragama di Papua mengutuk serangan yang menghanguskan 3 gereja dan korban Bom tersebut sehingga Bom yang menghanguskan gereja itu adalah skenario dari radikalisme agama tertentu terhadap pengikutnya.

Bom bunuh diri di Surabaya ini, terjadi pada bulan Suci (Rosario) bagi umat kristiani dan bagi Kaum Islami adalah jelang Hari Raya Idul Fitri dan hal ini menimbulkan keprihatinan mendalam. Banyak yang mengutuk tindakan pemboman yang menimbulkan korban jiwa yang sangat besar. Tokoh-tokoh politik, agama, hingga para netizen kita tak ketinggalan mengutuk skenario ini.

Menurut Informasi yang beredar di Media Sosial pemboman yang terjadi di Surabaya adalah aksi pemboman oleh orang-orang tanpa agama. Menurut klaim Polri, kelompok jaringan ini sudah terdeteksi bergerak setelah kericuhan di Rumah Tahanan Salemba Cabang Markas Korps Brigade Mobil itu terjadi Selasa (8/5). Namun, Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Markas Besar Polri, Inspektur Jenderal Setyo Wasisto membantah Polri kebobolan. Alasannya, Polri terkendala dengan ketentuan soal Undang-Undang terorisme saat akan mengambil langkah tegas.

Presiden Jokowi dan Polri juga menyampaikan dalam Kumparan.com bahwa “Legislator segera merancang dan revisi UU Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dan bisa memberikan keleluasaan bagi Polri untuk melakukan tindakan preventif, salah satunya ialah menangkap langsung orang-orang yang berpartispasi dengan kelompok pemboman ini. 

Setelah mengikuti perkemangan di Inonesia terkait dengan Radikalisme agama dan sistem poitik ekonomi di Indonesia Penulis mengkategorikan Pembboman ini terjadi karena banyak penyebab sehingga manusia terisolir untuk bertidak tindakan tidak manusiawi. Penyebab penyebab itu seperti: Radikalisme Agama, Kesejahtraan, dan Ekonomi Politik.

Radikalime Agama merupakan pengaruh yang utama yang mampu mengerakan dan mempengaruhi pengikutnya untuk berbuat asusila serta pengaruh buruk untuk sesama manusia yang beragama di Dunia ini. Bagaimana proses radikalisasi kelompok pemboman ini berlangsung terjadi dalam Aliran Agama?

Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, perlu diketahui terlebih dahulu apa definisi radikalisasi. Menurut  Anne Aly dan Jason-Leigh Striegher dalam “Examining the Role of Religion in Radicalization to Violent Islamist Extremism” (2012) yang diterbitkan Studies in Conflict & Terrorism menyebut radikalisasi merupakan proses di mana individu “diperkenalkan pada pandangan dunia tertentu yang dianggap radikal atau ekstrem.” Definisi lain mengatakan bahwa radikalisasi punya kecenderungan untuk mendukung atau menggunakan kekerasan sebagai jalan yang diperbolehkan guna mencapai tujuan yang dimaksud.

Empat tahapan itu antara lain fase pra-radikalisasi, identifikasi diri, indoktrinasi, dan jihadisasi. Pra-radikalisasi adalah periode awal proses radikalisasi yang menggambarkan kondisi individu terkait sebelum jadi teroris garis keras. Lalu, identifikasi diri kerap diartikan sebagai fase ketika individu mulai terpapar paham ideologi radikal yang membuat mereka menafsirkan kembali arti agama dan kehidupan.

Berdasarkan proses dan tahapan demikian, setiap idividu akan memasuki kedalam proses hingga eksekutor atau proses penyelesaian. Aly dan Striegher, masih dalam “Examining the Role of Religion in Radicalization to Violent Islamist Extremism,” menyatakan ada dua faktor yang menunjang proses radikalisasi. Pertama, faktor luar atau sekuler yang meliputi konteks politik, ekonomi, dan sosial. Kedua, faktor agama yang didasarkan pada interpretasi teks Islam, keyakinan untuk berjuang untuk agama, serta anggapan bahwa jihad dengan kekerasan adalah kewajiban setiap Muslim.

Sangat jelas bahwa menurut Aly dan Striegher pemboman hanya ada karena faktor agama agama terhadap pengikutnya yang di nobatkan sebagai pengikut eksekutor dalam memperjuangkan agama.

Praktek Pemboman Gereja di Surabaya adalah turunan dari radikalisasi aliran agama yang di Indonesia. Agama yang menjadi radikalisme di Bumi Nusantara adalah agama Islam dan Kristen. Tidak asing bagi Agama ini bahwa proses penyebaraan agama di Indonesia terus dikembangkan dengan cara kerusuhan dan juga dengan cara yang baik. 
Banyak pengikut agama tersebut diatas ini telah nobatkan kejadian di Surabaya ini adalah radikalisme agama islam dalam hal ini JAD dalam meyebarkan agama dan serta ajaran yang pada umumnya menghancurkan ideologi Pancasila yang menyatakan bahwa “Ketuhanan Yang Maha Esa”.

Kesejahteraan atau sejahtera dapat memiliki empat arti (Kamus Besar Bahasa Indonesia), Dalam istilah umum, sejahtera menunjuk ke keadaan yang baik, kondisi manusia di mana orang-orangnya dalam keadaan makmur, dalam keadaan sehat dan damai. Dalam ekonomi, sejahtera dihubungkan dengan keuntungan benda. Sejahtera memliki arti khusus resmi atau teknikal (lihat ekonomi kesejahteraan), seperti dalam istilah fungsi kesejahteraan sosial.

Menurut Undang-undang No 11 Tahun 2009, tentang Kesejahteraan Sosial. Kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya.

Biro Pusat Statistik Indonesia (2000) menjelaskan bahwa untuk melihat tingkatnya Kesejahteraan rumah tangga adalah beberapa indikator yang dapat digunakan pengukuran, antara lain: 1) Tingkat pendapatan keluarga; 2) Komposisi rumah tangga dengan membandingkan sampah dengan makanan dengan non-makanan; 3). Tingkat pendidikan keluarga; 4). Tingkat kesehatan keluarga, dan; 5). Kondisi rumah dan fasilitas yang dimiliki dalam rumah tangga.

Tingkat Pendapatan keuarga di Indonesia sangat minim yang di ikuti juga dengan pengangguran di seluruh Negara Indonesia. Situasi ini membuat masyarakat menjadi tidak sejahtera bahkan tidak bias menghidupi keluarga sehingga banyak juga tindakan penjualan atau perdagangan anak yang maraknya semakin berkembang. Dan kemudian untuk mendapatkan makanan untuk sehari pun sangat susah serta pendidikan keluarga pun juga  sangat minim apalagi fasilitas keluarga di Indonesia.

Artinya bahwa banyak pengaruh dan peyebab utama seperti ini yang menyebabakan sehingga masyarakat mampu dan mudah untuk di pengaruhi oleh kapitalis. Kondisi seperti ini mampu di manfaatkan oleh kelompok orang atau masyarakat sendiri untuk merasa tidak di berdayakan sehingga memutuskan untuk mengikuti aliran yang membahayakan.

Situasi ini berdasarkan Teori yang di sampaikan oleh Biro Pusat statistic Indonesia bahwa “ kesejahtraan adalah masalah utama dalam masyarakat untuk memberdayakan keluarganya sendiri”. Kini Masyarakat Papua di Indonesia mengalami juga keadaan seperti ini. Masyarakat Papua pada umumnya menurut tingkat pendidikan sangat minim dan tingkat pendapatan keluarga sangat minim. Penulis juga pernah meneliti tentang faktor faktor pertumbuhan ekonomi di Papua khususnya di Deiyai. Dalam penelitian ini penulis menemukan Pendapatan Keluarga perhari hanya 50 ribu dan juga tidak ada. Sedangkan angka pengeluaran meningkat Tinggi. Kondisi inilah yang membuat masyarkat Papua merasa tidak di berdayakan. 

Masyarakat seperti ini muda untuk di spon oeh Kapital Global dan juga Nasional untuk menciptakan radikalisme untuk menempuh tujuan yang ingin di capai dengan tujuan menghancurkan Negara bahwa menjadi skenario untuk menumbuhkan sikap rasisme.

Konteks politik dan ekonomi di Indonesia telah dikuasai oleh Indeks Saham Indonasia diproyeksi bergerak variatif cenderung menguat pada perdagangan saham pekan depan. Beberapa pengamat menilai, laju saham terpengaruh dengan peristiwa bom yang terjadi di Surabaya. 

Pada sebeumnya bom Thamrin ini di sebabkan dengan adanya begitu reaksinya kapitalis dan Imperialis dalam memperjuangkan masalah yang krusial saat itu, terkait denga PT Freeport Indonesia. Keterlibatan imperialisme dan kapitalisme Negara tak berdaya meskipun Negara maju. Amerika saja takut adanya Terorisme di Negaranya dan hal ini di buktikan dengan Bom Gedung Hote di Amerika.

Negara berkemang dengan sistem Politik Ekonomi yang lemah sagat rentan terjadinya pengeboman apalagi seperti Indonesia yang masyarakatnya tergantung pada orang lain tanpa adanya produtif sendiri. Namun, pemboman di Surabaya di akibatkan dengan sistem politik ekonomi yang sangat krusial di lihat dengan Etnis dari Cina menguasai sistem ekonomi politik di Surabaya.

Maka dengan demikian, dalam mengantisipasi adanya pemboman dari aliran dan kelompok tertentu pemerintah Indonesia tidak hanya merancang dan merangkai UU Teroris di Indonesia. Dengan mengikuti perkembangan di Indonesia Penulis sarankan bahwa Kekuasaan Ekonomi Politik dari manca Negara harus di Boikot. Serta Pemerintah Indonesia harus kembali ke Jalan kesejahtraan masyarakat Indonesia, memperbaiki kesejahtraan masyarakat. Dan Pemerintah Indonesia harus membatasi oranganisasi masyarakat, organisasi politik dan organisasi radikalisme di Indonesia.

Penulis adalah Mahasiswa Papua Kuliah di Surabaya

Monday, April 30, 2018

Pengelolaan Dana Desa dan Masa Depan Kampung di Papua

Oleh: Moses Douw

Negara Indonesia yang menganut sistem pemerintahan demokrasi, dalam pembangunannya berdasar hukum untuk mengejar tujuan negara Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945, Alinea ke-Empat, Pancasila, Bineka Tunggal Ika serta NKRI. Dengan itu, walaupun negara Indonesia  membentuk pemimpin negara sehebatpun, alias pemimpin demokratis dan berazaskan hukum negara, namun sampai kapanpun negara Indonesia tidak pernah sekalipun mewujudkan negara yang adil dan sejahtera dalam proses pembangunan dan perubahan zaman. 

Pada sebelum adanya perundangan dana desa, Negara Indonesia terus merekrut dan menjadi actor terus berada dalam kemiskinan, penindasan, pembunuhan, dan marginalisasi serta konsumtif dan lebih khusus dalam ambil mengikuti negara-negara lain yang cepat berkembang dan maju dalam arus perubahan jaman walaupun kekayaan alam nergaranya sedikit tetapi mereka berpatuh pada sistem negaranya entah sistem negaranya komunis, otoriter, kapitalis sekalipun, alias mudah mengatur  dan beberapa hal yang menjadi penentunya.

Suprihadi Kepala Dusun di salah satu Pedukuhan di Gunung KiduL, dalam pertemuan dengan penulis menyatakan bahwa “Negara belum pernah ada dalam pembangunan desa khususnya di sektor pertanian, infrastrktur, perikanan secara umumnya pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa. Hal ini, yang terus kita rasakan di Jawa, sehingga pandangan saya tidak menyamakan dengan daerah lain di Indonesia. Namun adanya dana desa dari Negara merupakan hal yang baru yang patut kita kelola hingga bermanfaat  selebihnya untuk tujuan Negara”.

Pengelolaan dana desa di Indonesia telah digunakan untuk sebesar besarnya pada tujuan dari dana desa yang di amanatkan dalam UUDes. Menurut UU Desa, dana desa digunakan untuk membiayai pembangunan infrastruktur fisik (seperti jalan), sarana ekonomi (seperti pasar), sarana sosial (seperti klinik), serta untuk meningkatkan kemampuan berusaha masyarakat desa. Tujuan akhirnya adalah mengurangi jumlah penduduk miskin, mengurangi kesenjangan kota-desa dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat pedesaan.

Namun, pengelolaan dana desa di Papua telah mengalami kegagalan sangat tajam dan tidak tepat sasaran. Hal-hal mendasar yang menjadi faktor penghambat, alasan dan sulitnya pengunaan dana desa di Papua dalam mencapai tujuan undang undang desa No 06 Tahun 2014 adalah pertama: Papua adalah wilayah terlalu luas dan lebih parahnya sulit di jangkau sebab gunung dan lembah; kedua: Papua adalah  daerah yang rata rata belum mengetahui cara pengelolaan dana desa dan jumlah penduduk yang tersebar di Papua belum berpendidikan sehingga masyarakat belum bisa mengelola dana desa sesuai dengan asas asas pengelolaan dana desa. Dan lebih sayangnya Kepala Kampung dan aparatur Kampung di Papua belum mengenal sistem pengelolaan dana desa; ketiga: Lemahnya kontrol pihak pengawas jalanya pengelolaan dana desa di Papua sehingga mempermudah tindakan KKN bagi lembaga pemerintahan desa dan supra desa serta lemahnya peneggakan hukum dari masyarakat dalam menjaga adanya penyelewengan dana desa; keempat: Lemahnya pendamping dana desa dan Dinas DPMK dalam mengawal dan menjadi tulang punggung pengeolaan dana desa di Papua; kelima: adanya pemotongan dana desa dari DPMK di Kabupaten/Kota dengan berbagai alasan.

Hal-hal seperti ini perlu dipertimbangkan bagi  pemerintah daerah dan negara karena undang undang desa dibuat untuk sebesar besarnya pembangunan kampung di Papua. Bukannya pengawas dan pendamping hadir dalam penyelewengan dana desa di Papua serta pemerintah desa di Papua seenaknya mengunakan uang tanpa adanya RKPDes dan APBDes karena Undang-undang desa dibuat untuk benar-benar membangun masyarakat yang sejahtera dan masyarakat mampu bersaing dengan orang Non-Papua dari sisi pembangunan ekonomi industri dan produksi.

Maka dari itu, pengeolaan dana desa merupakan proses penggunaan dana desa dengan program yang direncanakan dalam RKPDes dan APBDes melalui musdus (apabila di Papua musyawarah RT) dan musdes (musyawarah desa) yang merupakan forum tertinggi dalam pengamilan keputusan di tingkat RT dan desa yang musti di dampingi oleh pendamping dana desa di Papua.

Pendamping Desa dan Masa Depan Kampung di Papua

Tidak menutupi kemungkinan bahwa Pendamping desa di Papua selalu hadir mendampingi kepala desa dalam upaya menyelesaikan proses proses pengelolaan dana desa sesuai dengan undang undang desa yang mana telah di atur dalam undang undang desa bahwa “Program Pendampingan Desa merupakan amanat UU. Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa. Untuk menjalankannya, Pemerintahan Pusat menggunakan asas dekonsentrasi, yaitu satu dari tiga asas Pemerintahan Daerah. Dekonsentrasi adalah pelimpahan sebagian Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat. Dekonsentrasi juga bisa diberikan kepada instansi vertikal di wilayah tertentu, dan atau kepada gubernur dan bupati/wali kota sebagai penanggung jawab urusan pemerintahan umum. Dalam rangka dekonsetrasi, Presiden Jokowi telah mengeluarkan Perpres Nomor 12 Tahun 2015, sebagai dasar Kementerian Desa menjalankan program Pendampingan Desa.
Berdasarkan itu, pendamping desa mampu memberikan yang terbaik untuk Tanah Papua dalam pengelolaan dana desa di Papua. Penggunaan Dana Desa Harus dikawal dan didampingi dengan ketat, agar tujuan pencairannya, yaitu dalam upaya mempercepat pertumbuhan dan pembangunan kampung dalam rangka mengatasi berbagai persoalan diatas tadi, agar dapat tercapai dengan sukses. Sebab, pendamping desa yang di amanatkan dalam Pepres No 12 Tahun 2015 tentang pendamping desa seharusnya mampu menjadi, “fasilitator penetapan dan pengelolaan kewenangan,  penyusunan dan penetapan peraturan, pengembangan kapasitas bagi aparatur kampung, demokratisasi kampung, kaderisasi kampung, pembentukan dan pengembangan lembaga kemasyarakatan kampung, ketahanan masyarakat desa melalui penguatan atau pelatihan dan menjadi asiitator dalam mendampingi proses perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembangunan desa.

Didasarkan perkembangan perkampungan di Papua memang sangat tertinggal di bandingkan dengan daerah lain di Indonesia sebab banyak kekurangan serta masalah yang menjadi pengahambat serta budaya dan karakter hidup orang Papua yang sangat bermacam macam. Hal ini juga di ungkapkan juga oleh Intelektual muda Deiyai  Donatus Mote bahwa “kampung-kampung banyak tersimpan masalah karena karakter hidup masyarakat sangat beragam”. Sehingga berdasarkan tugas pokok yang di lakukan pendamping dan DPMK adalah menjalankan amanah Pepres No 12 Tahun 2015.

Pendamping Kampung di Papua seharusnya menjadi solusi atas masalah pembangunan sebab itulah pengabdian yang sangat mulia yang di limpahkan berdasarkan talenta yang di miliki.  Oleh Karen itu, ketika kita bandingkan dengan beberapa daerah di Indonesia maka  Papua sangat secara langsung pengelolaan dana desa hanya 5 % sehingga Dana desa hanya sekedar dana yang tak ada manfaatnya. Secara umum, pengelolaan dana desa di Papua sukses di bidang pembangunan (Kantor desa, bangun Gereja, Bangun Jalan , Jembatan dan pengadaan barang). Pada hal dana desa di kucurkan untuk Pembangunan dan pemberdayaan.

Masih menjadi kendala dalam pengelolaan dana desa di Papua adalah pemberdayaan masyarakat kampung. Ketika Penulis mengabdi di Desa Songbanyu, Kecamatan Girisubo, Gunung Kidul-Yogyakarta, penulis membentuk dan sosialisasi sistem dan cara baru dalam pengelolaan dana desa dalam pemberdayaan masyarakat kampung  adalah membentuk masyarakat desa di Songbanyu dalam beberapa kelompok yakni kelompok tani, kelompok Ternak,  Keompok Perikanan, kelompok Kerajinan dan lainya. Hal ini upaya yang Penulis lakukan untuk pemberdayaan masyarakat dan masih banyak cara yang kita lakukan berdasarkan potensi desa atau kampung yang di miliki.

Maka dengan demikian, berdasarkan pengabdian Penulis di Desa Pagerharjo dan Songbanyu di Yogyakarta sehingga Penulis merupakan beberapa masukan untuk pengelolaan dana desa di Papua untuk masa depan yang lebih baik adalah sebagai berikut: Pertama: DPMK dan pemerintah daerah di Papua memberikan pemahaman dan pelatihan khusus untuk pengelolaan dana desa; kedua: Pengawasan Dana desa dari Inspektorat dan pihak bertanggungjawab harus fokus memberikan pelatihan penggunaan dana desa dengan proses perencanaan hingga pemanfaatan hasil. Ketiga: Pendamping desa harus menjadi fasilitator dalam pengelolaan dana desa di Papua, keempat: Pendamping desa harus menjadi Agen perubahan dalam pengelolaan untuk mengayomi kepala kampung dalam perencanan hingga pemanfaatan hasil; Kelima: Perangkat desa harus menjadi aktor dalam pembangunan dan pemberdayaan masyarakat kampung di Papua. Keenam: Pendamping Desa harus membentuk masyarakat dalam berbagai kelompok atau di bentuk Kaur kaur untuk pengerak pembangunan dan pemberdayaan masyarakat kampung.

Oleh karena itu, hal diatas ini menjadi solusi dalam semua persoalan dan penyelewengan dana desa di Papua. Sebab penentu dalam pengunaan dana desa adalah pendamping dan dinas terkait di Papua. Agar membentuk masyarakat dengan karakter membangun, Karakter mandiri dan karakter produktif.


Penulis Mahasiswa Ilmu Pemerintahan STPMD “APMD” Yogyakarta
 
Copyright © 2013 Menongko I Ekspresi Hati
Design by MOSES | DOUW